Friday 13 December 2013

Opini Ujian Nasional

    Ujian Nasional Bukti Bobroknya Pendidikan Indonesia?  
        
             “Ujian Nasional” 2 kata yang sudah menjadi momok yang menakutkan bagi siswa, guru, sekolah, orangtua maupun pemerintah daerah. Tiga tahun belajar disekolah seolah-olah hanya ditentukan oleh beberapa hari tentu memberikan tekanan mental tersendiri bagi siswa. Tuntutan akan nilai yang tinggi turut membuat guru mata pelajaran UN menjadi tertekan dan mengusahakan segala cara agar anak muridnya bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Hal yang tak jauh berbeda dengan sekolah, nilai UN yang tinggi seolah-olah menunjukkan kualitas sekolah tersebut sehingga banyak sekolah menghalalkan segala cara agar siswa-siswinya lulus dengan nilai yang tinggi. Orangtua siswa juga mengalami perasaan ketakutan, takut akan anaknya tidak lulus, sehingga memaksa anaknya belajar siang dan malam, les disana sini tanpa mempedulikan kondisi anaknya sendiri. Bagi pemerintah daerah UN juga berperan sebagai ajang adu gengsi antar daerah, daerah dengan kelulusan dan nilai rata-rata tertinggi makan akan dianggap lebih maju daripada daerah lainnya, sehingga akhirnya tiap daerah pun ada “tim sukses” sendiri dalam menghadapi UN.   
 
             Seperti yang kita ketahui, kebijakan pendidikan nasional kita bercirikan trial dan eror, hit and run dan proyekisme. Selama ini politik pendidikan kita tidak didasarkan pada teori ilmiah dan pengalaman empiric sendiri, tetapi menyandarkannya pada spekulasi dan naluri orang-orang tertentu. Kalau dicermati, UU Sistem Pendidikan Nasional(USPN) sebenarnya telah menyediakan ruang memadai bagi inisiatif dan kreatifitas pelaku pendidikan. Ketentuan-ketentuan dalam USPN memang mengikat pelaku pendidikan negeri ini dalam bingkai kesatuan nasional, tetapi ikatan itu sekaligus juga ikatan yang menuntut pelaku pendidikan berinisiatif dan berkreatifitas sebagai actor.   
                 Sistem ujian nasional bermula saat orde baru di bawah kroni Soeharto dan telah mengalami beberapa kali perubahan dari tahun ke tahun, perkembangan ujian nasional tersebut yaitu: Periode tahun 1965 – 1971, pada periode ini, sistem ujian akhir yang diterapkan disebut dengan Ujian Negara, berlaku untuk semua mata pelajaran. Bahkan ujian dan pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk seluruh wilayah di Indonesia. Periode 1972 – 1982, sistem Ujian Sekolah pelaksanaan diselenggarakan oleh masing-masing. Pemerintah pusat hanya menyusun dan mengeluarkan pedoman yang bersifat umum. Untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu pendidikan serta diperolehnya nilai yang memiliki makna yang “sama” dan dapat dibandingkan antar sekolah. Periode 1982 – 2002, pada tahun 1982 dilaksanakan ujian akhir nasional yang dikenal dengan sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dalam EBTANAS dikembangkan  dan diseragamkan seluruh sekolah di Indonesia. Periode 2002-2004, sistem  EBTANAS diganti dengan penilaian hasil belajar secara nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Perbedaan yang menonjol antara UAN dengan EBTANAS adalah dalam cara menentukan kelulusan siswa, terutama sejak tahun 2003. Untuk  kelulusan siswa pada UAN ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual. Penentuan  lulus di tentukan oleh hasil siswa pada UAN. Periode 2005 – sekarang, mulai tahun 2005 untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/SMK/MA/SMALB/SMKLB. Sedangkan untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu, mulai tahun ajaran 2008/2009 pemerintah menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB.
          Segala metamorfosis  Ujian Nasional  yang  dilakukan oleh pemerintah  hanyalah remeh -temeh kurikulum, seolah-olah pemerintah peduli terhadap kualitas pendidikan . Nampak jelas bahwa Ujian Nasional peninggalan rezim Orde Baru adalah upaya untuk menyeragamkan kualitas pendidikan di Indonesia yang nyata-nyatanya berbeda. Bagaimana mungkin melakukan penilaian terhadap kemajuan kualitas pendidikan dengan  persentase kelulusan pertahun siswa? Padahal fakta-fakta di atas telah menunjukan bahwa UN hanya ajang “kongkalingkong” yang tidak ada hubungannya dengan kemajuan kualitas pendidikan. Gonta-ganti “Ujian Nasional” hingga kurikulum hanya berganti baju saja dan  membuang sia- sia anggaran pendidikan. Tanpa menyelesaikan masalah yang paling fundamental dari sistem pendidikan Indonesia. Dunia pendidikan di Indonesia akan terus terpuruk dan jatuh dalam jurang kehancuran. Arena sekolah seharusnya menjadi ajang kegembiraan siswa mengasah pengetahuan, meningkatkan  kreatifitas demi meningkat mutu pendidikan yang berkualitas serta memiliki solidaritas tinggi untuk menyelesaikan realitas bukannya malah menjadi tempat stress para siswa.
     Selama sistem pendidikan  Indonesia bernafaskan  kepentingan  neoliberalisme, selama itulah generasi muda hanya akan dipersiapkan sebagai budak-budak  kapitalisme dan melanggengkan  hegemoni kapitalisme. Karena sekolah bagi kapitalisme hanyalah  alat untuk mencetak generasi  yang individualistik, rendah solidaritas dan semakin jauh dari  realitas objektif demi mengamankan kepentingan modalnya yang terus beranak-pinak. Inilah beberapa fakta tentang ujian nasional terutama ujian nasional 2013: 
1. Beberapa negara maju dapat sukses tanpa adanya UN seperti: 
Finlandia
Finlandia Sebagai negara dengan system pendidikan terbaik di dunia, Finlandia tidak mengenal yang namanya UN. Evaluasi mutu pendidikan sepenuhnya dipercayakan kepada para guru sehingga berkualitas. Setiap akhir semester, siswa mendapat laporan pendidikan yang bersifat personal tanpa dilabeli peringkat karena mereka menyakini setiap individu adalah unik dan memiliki kemampuan yang berbeda. 
Amerika
Amerika Terdiri dari banyak negara bagian yang tidak melaksanakan UN. Tiap negara bagian mempunyai materi ujian masing-masing, meskipun begitu sekolah-sekolah tetap boleh menyelenggarakan ujian sendiri dan menentukan kelulusannya sendiri. Kanada Di Kanada tidak ada UN karena dianggap tak bermanfaat bagi kemajuan pendidikan. Untuk control kualitaas pendidikan di Kanada terdapat lembaga penjaminan mutu pendidikan yang kontrolnya sangat kuat 
Jerman 
Jerman tidak mengenal adanya UN. Kebijaksanaan yang diutamakan adalah membantu setiap peserta didikdapat berkembang secara optimal. Kesungguhan belajarnya, hasil belajarnya, kemampuan intelektual, partisipasinya dalam belajar yang menjadikan sekolah di Jerman mampu menghasilkan rakyat yang beretos kerja tinggi, peduli mutu dan gemar belajar. 
Australia
UN sama sekali tidak dikenal karena ujian ini tidak menentukan lulus/tidak lulusnya peserta didik. Berapapun nilai yang didapat siswa tetap dinyatakan lulus. Nilai nol pun dianggap lulus namun dengan kelulusan seperti itu siswa tersebut akan sulit melanjutkan pendidikannya 
2.Ada beberapa siswa mendapat soal susulan dan bukan soal ujian yang seharusnya 
3. Ada sebagian siswa yang tidak kebagian soal. Ada siswa SMA yang mendapat soal ujian siswa SMK Hal ini tentu membuat siswa maupun pengawas bingung karena tidak ada pengarahan tentang tertukarnya soal. Sehingga menyebabkan siswa lain tidak focus mengerjakan soal, dan menyebabkan penyelenggaraan UN menjadi kacau 
4.LJK sangat tipis dan kualitasnya rendah. LJK yang sangat tipis membuat para siswa takut LJK mereka robek ketika menghapus jawaban, hal ini membuat siswa sulit berkonsentrasi 
5.Ujian tidak serentak karena ada 11 provinsi yang mengalami penundaan berkali-kali Memang pada akhirnya UN tetap dilaksanakan di 11 provinsi tersebut, namun penundaan yang berkali-kali menyebabkan mental siswa menjadi down. Siswa yang sebelumnya sudah semangat untuk mengerjakan soal ujian, terpaksa harus pulang kembali ke rumah karena terlambatnya soal ujian. 
6. Ada 24 sekolah kelulusannya 0% Salah satu penyebabnya belum meratanya fasilitas pendidikan di seluruh penjuru Indonesia Hal ini menunjukkan, masih banyak PR yang lebih penting bagi pemerintah daripada sibuk mempersiapkan UN. 
7. Siswa kelas 3 SMA merasa di permainkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud. Mereka sudah mati-matian belajar untuk menghadapi Ujian Nasional mulai dari ikut les, bimbel, try out bahkan sampai menggelar istighosah tapi kondisi kejiwaan mereka malah di permainkan dengan soal yang tertunda. Dampak tekanan psikologis semakin hebat karena harus menunggu kembali, sementara teman-teman lainnya sudah ada yang melaksanakan Ujian Nasional. 
8. Pelaksanaan Ujian Nasional tidak semuanya dilakukan pada pagi hari sesuai dengan jadwal. Karena keterlambataan soal dan menunggu penggandaan soal fotokopian sampai-sampai ada sekolah yang harus memulai Ujian Nasional pada pukul 14.00 SIANG. Kondisi demikian merugikan siswa karena siswa sudah stressss menunggu soal dan mengerjakan soal ujian dikala stamina sudah turun dan kelaparan. Ujungnya tidak fokus ujian dan bisa-bisa hasilnya tidak maksimal. Pengawas tidak bisa bekerja maksimal karena tidak memahami dan tidak diberikan pengarahan sebelumnya jika terjadi ketiadaan soal, tertukarnya soal bahkan jumlah paket soal tidak lengkap. Akhirnya masing-masing pengawas memutuskan sendiri sampai-sampai ada siswa yang harus menjawab di lembar soal ujian. 
9. Para siswa SMA menganggap Pemerintah tidak memiliki itikad baik dalam mempersiapkan Ujian Nasional yang notabene merupakan “hajatan” Nasional yang diselenggarakan tiap tahun. Para siswa SMA merasa dikorbankan dengan ketidakberesan pemerintah dalam mempersiapkan segalanya. Tidak ada Plan B bahkan plan C ketika Plan A gagal. 
10. Anggaran 800 Milyar dirasa tidak sebanding dengan kualitas yang diberikan Indonesia Research Center (IRC) mencatat Ujian Nasional (UN) 2013 kali ini sebagai yang termahal sepanjang sejarah.UN di atur dalam Pasal 58 UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional/UU Sisdiknas  dimana mengatur soal standarisasi. Pelaksanaan ujian nasional yang kacau balau ini sebagai cermin sekaratnya sistem pendidikan di Indonesia. Masalah kronisnya terletak pada arah sistem pendidikan. Ujian Nasional yang di gadang-gadang bebas kecurangan dan kebocoran soal ternyata tidak bisa dibuktikan. Dengan penundaan di beberapa Provinsi justru akan semakin besar peluang terjadinya kebocoran dan kecurangan. 
11. Mendikbud M.Nuh dianggap mengolok-ngolok ketika di minta untuk mundur dengan memperagakan mundur dua langkah dari tempatnya semula.
12. Para guru dan orang tua cemas dengan hasil ujian nasional karena peliknya problem yang terjadi pada saat penyelenggaraan Ujian Nasional.
13. Kelulusan 100% patut dicurigai karena banyak hal yang tidak masuk akal dalam penyelenggaraan Ujian Nasional 2013 dengan seabrek kegagalan disana sini.
14. Pemerintah seolah tidak peka dan melawan keputusan MA. Contoh yang tidak baik bagi penegakan hukum di Indonesia.
15. Banyak pihak yang mendesak untuk menghapuskan Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan. Perguruan Tinggi Negeri sejak awal sudah menolak jika Ujian Nasional dijadikan tiket masuk Perguruan Tinggi Negeri karena kredibilitas Ujian Nasional tidak bisa dipertanggung jawabkan.
16. Tidak sedikit anak SMA yang waswas jika tidak lulus harus mengikuti ujian paket C karena tidak ada ujian ulangan.
17. Beberapa lembaga anti korupsi mulai melakukan investigasi dalam penyelenggaraan Ujian Nasional 2013. Proyek Ujian Nasional diduga dijadikan bancakan sama halnya dengan proyek Kurikulum 2013 menuju pemilu 2014. Pemerintah mencari kambing hitam dengan menyalahkan percetakan yang terlambat mendistribusikan soal-soal ujian ke 11 porvinsi. Beberapa lembaga anti korupsi mempertanyakan tender yang dimenangkan salah satu percetakan yang memberikan penawaran paling mahal dalam tender proyek Ujian Nasional 2013 Lantas apa yang harus pemerintah buat dalam menyingkapi masalah UN? Pemerintah bisa melakukan beberapa hal seperti ini: Untuk sementara UN diberhentikan, dan perhatian serta dana untuk UN dialihkan untuk pemerataan fasilitas di daerah-daerah terpencil Pada beberapa daerah di pelosok Indonesia masih banyak sekolah yang kekurangan guru serta banyak yang gedung sekolahnya rusak sehingga tidak bisa digunakan secara efektif untuk kegiatan belajar mengajar. Peningkatan kualitas guru Mutu dan kualitas guru di tanah air, saat ini, masih rendah. Hasil uji kompetensi selama tiga tahun terakhir menunjukkan kualitas guru di Indonesia belum mengalami peningkatan secara signifikan. Banyak guru di daerah-daerah, tidak lulus uji kompetensi dan sertifikasi akibat kualitas yang rendah.Pendidikan formal dan pelatihan belum cukup untuk melahirkan guru profesional. Penyeleksian profesi guru juga harus dilaksanakan secara ketat sehingga yang menjadi guru kelak adalah benar-benar seorang guru yang mengajar sekaligus juga mendidik murid-muridnya agar berhasil. Masalah kelulusan diserahkan kepada sekolah masing-masing Hal ini didasari pada pertimbangan sekolah lebih mengenal kemampuan masing-masing siswa. Untuk saringan masuk perguruan tinggi tidak didasarkan pada hasil UN tapi berdasarkan hasil penyelenggaraan tes oleh masing-masing perguruan tinggi Memfokuskan pada pengembangan soft skill selain pengembangan intelektual siswa Dalam hidup ini kemampuan intelektual akan berperan hanya sekitar 20% sedangkan sisanya ditentukan oleh soft skill. Beberapa contoh soft skill dasar yang penting bagi siswa/i SMA antara lain Kemampuan untuk memimpin Kemampuan untuk bekerja sama dalam suatu organisasi Kemampuan memanage diri dan waktu dengan baik Dan sebagainya Akhirnya kisruh tentang UN sebaiknya ditinjau lagi, baik dalam segi penyelenggaraan, pendanaan, peserta, dan hasil yang didapatkan, semua itu kembali lagi demi pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi

No comments:

Post a Comment

Microsoft meluncurkan Windows 11 Store baru untuk pengguna Windows 10

       Windows 10 Insiders memperhatikan bahwa ada pembaruan aplikasi Store yang tersedia. Microsoft meluncurkan Windows 11 Store baru untu...